KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan karunia Nya makalah yang
berjudul Bayi Tabung ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Banyak
kesulitan dan hambatan yang kami hadapi
dalam membuat tugas kelompok ini, tapi dengan semangat dan kegigihan serta
arahan, bimbingan dari berbagai pihak
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok ini dengan baik.
Penulis
mengucapkan terimakasih kepada seluruh anggota yang telah meluangkan waktu dan
mencurahkan segala pemikiran dalam makalah ini. Makalah tugas kelompok ini
masih belum sempurna , oleh karena itu kami menerima saran dan kritik guna
kesempurnaan makalah ini dan bermanfaat bagi penulis dan pembacanya pada
umumnya.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Salah
satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan keturunan yang sah
dan bersih nasabnya, yang dihasilkan dengan cara yang wajar dari pasangan suami
istri. Namun tidak semua pasangan suami istri bisa mempunyai keturunan
sebagaimana yang diharapkan karena ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang
istri tidak dapat mengandung, baik yang datang dari pihak suami maupun istri
itu sendiri.
Bayi
tabung atau lebih dikenal dengan istilah inseminasi buatan bukanlah wacana baru
yang kita lihat saat ini. Namun
permasalahan ini masih aktual saja untuk dibicarakan maupun didiskusikan
terutama bagi kalangan akademis, intelektualis yang tentunya harus perspektif
dalam memahami suatu permasalahan, bukan menjadi masalah bagi dirinya sendiri.
Program
bayi tabung untuk pertama kali diperkenalkan oleh dokter asal Inggris, Robert G. Edwards pada
sekitar tahun 1970-an dan melahirkan
bayi tabung pertama di dunia, Louise Brown pada tahun 1978. Di Indonesia sendiri, teknologi bayi tabung
sudah cukup populer. Bayi tabung pertama yang dilahirkan di Indonesia adalah
Nugroho Karyanto yang lahir pada 2 mei 1988. Bayi tersebut dilahirkan di Rumah
Sakit Anak dan Bersalin (RSAB) Harapan kita, jakarta. Sampai sekarang, RSAB
Harapan kita telah memproses lebih dari 300-an bayi tabung.
Pada
awalnya, teknologi ini ditentang oleh kalangan kedokteran dan agama karena
kedua dokter itu dianggap mengambil alih peran Tuhan dalam menciptakan manusia
(playing God). Tapi sekarang, teknologi ini telah banyak menolong pasangan
suami istri yang ingin mempunyai anak yang megalami masalah seperti
infertilitas, dan sebagainya.
1. Apa
itu bayi tabung?
2. Apa
tahapan pembuatan bayi tabung?
3. Apa
saja syarat-syarat dalam pembuatan bayi tabung?
4. Apa
itu bioetika?
5. Bagaimana
pandangan bioetika terhadap bayi tabung?
1. Untuk
mengetahui pengertian bayi tabung
2. Untuk
mengetahui tahapan pembuatan bayi tabung
3. Untuk
menegtahui apa syarat pembuatan bayi tabung
4. Untuk
menegtahui pengertian bioetika
5. Untuk
mengetahui pandangan bioetika terhadap bayi tabung
ISI
Bioetika
merupakan istilah yang relatif baru dan
terbentuk dari dua kata Yunani, bios
yang berarti hidup dan ethos yang
berarti adat istiadat atau moral, yang
secara harfiah berarti etika hidup. Bioetika dapat dilukiskan sebagai ilmu
pengetahuan untuk mempertahankan hidup dan terpusat pada penggunaan ilmu-ilmu
biologis untuk memperbaiki mutu hidup.
Dalam
arti yang lebih luas, bioetika adalah penerapan etika dalam ilmu-ilmu biologis,
obat, pemeliharaan kesehatan dan
bidang-bidang terkait.
Fertilisasi in
vitro atau pembuahan in vitro, berasal dari bahasa Inggris yaitu in
vitro fertilisation, IVF,
atau sering disebut bayi tabung. Bayi tabung adalah suatu
proses pembuahan sel telur oleh sel sperma di luar tubuh sang wanita. Proses ini
melibatkan pemantauan dan stimulasi proses ovulasi seorang wanita, mengambil
suatu ovum atau sel-sel telur dari ovarium (indung telur) wanita dan membiarkan sperma
membuahi sel-sel tersebut di dalam sebuah medium cair di laboratorium.
Sel telur yang telah dibuahi (zigot) dikultur selama 2–6 hari di dalam sebuah medium pertumbuhan
dan kemudian dipindahkan ke rahim, dengan tujuan menciptakan keberhasilan kehamilan.
Adapun
tahapan-tahapan FIV ini adalah sebagai berikut :
1. Istri
diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan
sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan
setelah sel-sel telurnya matang.
2. Pematangan
sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan
ultrasonografi.
3. Pengambilan
sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan
tuntunan ultrasonografi.
4. Setelah
dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel
sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
5. Sel
telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan
di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan
harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel
6. Embrio
yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam
rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
7. Jika
dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi,
dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian
dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Sumber:
wikipedia, ilustrasi skematik IVF dengan injeksi sperma.
Siapa
saja yang memenuhi persyararatan untuk menjalani program bayi tabung?
Berikut
ini pasangan yang memenuhi kriteria program bayi tabung menurut University of
Iowa Hospitals & Clinics, dilansir dari laman Ulhealthcare, Jumat (10/6/2016).
1. Kriteria
usia
Usia
maksimal seorang wanita yang menjalani program bayi tabung adalah 43 tahun.
Pasangan
suami istri yang sudah menikah 1 tahun atau lebih dan usia istri haruslah
dibawah 42 tahun dan mengikuti proses pemeriksaan fertilitas atau kesuburan.
untuk
wanita biasanya usia yang paling ideal adalah antara usia 30-35 tahun. Ini
berarti, bahwa umur-umur ini presentase peluang dari berhasilnya program bayi
tabung akan lebih tinggi dibandingkan oleh usia wanita yang lebih tua sekitar
36-40 tahun.
2. Penggunaan
obat-obatan dan narkoba
Pasangan atau pihak
pendonor tidak mengonsumsi alkohol, tidak terlibat narkoba, maupun
penyalahgunaan zat. Untuk mengikuti program bayi tabung ini, pihak yang
bersangkutan tidak diperkenankan untuk merokok.
3. Kesiapan
mental
Untuk menjalankan IVF,
seseorang harus sehat dan kuat secara mental. Orang yang didiagnosis memiliki
gangguan kejiwaan disarankan untuk tidak mengikuti program tersebut.
4. Kesehatan
fisik
E.
Sudut Pandang Bioetika Terhadap Bayi
Tabung
Program dengan budaya dan tradisi
ketimuran bayi tabung pada dasarnya
tidak sesuai kita. Sebagian agamawan menolak adanya fertilisasi in vitro pada manusia, sebab mereka
berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap “karya
Illahi”. Dalam artian, mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut
campur dalam hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak prioregatif Tuhan.
Padahal semestinya hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui
proses alamiah yaitu melalui hubungan seksual antara suami-istri
yang sah menurut agama.
Aspek
Human Rigths:
Dalam
DUHAM dikatakan semua orang dilahirkan bebas dengan martabat yang setara.
Pengakuan hak-hak manusia telah diatur di dunia international, salah satunya tentang
hak reproduksi.
Dalam kasus ini,
meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor sperma dari laki-laki yang
bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan suami istri tersebut, namun
harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata, hukum pidana, hukum
agama, hukum kesehatan serta etika (moral) ketimuran yang berlaku di
Indonesia .
Di
Indonesia sendiri bila dipandang dari segi etika, pembuatan bayi tabung
tidak melanggar, tapi dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan yang
sah. Jangan sampai sperma berasal dari bank sperma, atau ovum
dari pendonor. Sementara untuk kasus, sperma dan ovum berasal dari suami-istri
tapi ditanamkan dalam rahim wanita lain alias pinjam rahim, masih banyak yang
mempertentangkan. Bagi yang setuju mengatakan bahwa si wanita itu bisa
dianalogikan sebagai ibu susu karena si bayi di beri makan oleh pemilik rahim.
Tapi sebagian yang menentang mengatakan bahwa hal tersebut termasuk zina karena telah
menanamkan gamet dalam rahim yang bukan muhrimnya. Tetapi sebenarnya UU Kesehatan
no. 36 tahun 2009, pasal 127 ditegaskan
bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir
untuk membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya kehamilan tersebut
hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu: hasil pembuahan
sperma dan ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut, untuk
kemudian ditanamkan dalam rahim si istri. Jadi untuk saat ini wacana Surrogates Mother di Indonesia tidak begitu saja dapat dibenarkan.
Untuk
pemilihan jenis kelaminpun sebenarnya secara teknis dapat dilakukan pada
inseminasi buatan ini. Dengan melakukan pemisahan kromosom X dan Y, baru
kemudian dilakukan pembuahan in-vitro sesuai dengan jenis kelamin yang
diinginkan.
Banyak
masalah norma dan etik dalam teknologi ini yang jadi perdebatan banyak pihak,
tetapi untuk pandangan profesi kedokteran mungkin dapat mengarah kesimpulan
dari “Perspektif Etika dalam Perkembangan Teknologi Kedokteran” yang
disampaikan oleh dr. Mochamad Anwar, SpOG dalam Seminar Nasional Continuing
Medical Education yang diselenggarakan di Auditorium FK UGM tanggal 10 Januari
2009, dimana aspek etika haruslah menjadi pegangan bagi setiap dokter,
ahli biologi kedokteran serta para peneliti di bidang rekayasa genetika, yang
didasarkan pada Deklarasi Helsinki antara lain:
a) Riset
biomedik pada manusia harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan didasarkan pada
pengetahuan yang adekuat dari literatur ilmiah.
b) Desain
dan pelaksanaan experimen pada manusia harus dituangkan dalam suatu protokol
untuk kemudian diajukan pada komisi independen yang ditugaskan untuk
mempertimbangkan, memberi komentar dan kalau perlu bimbingan.
c) Penelitian
biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang dengan
kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh tenaga medis yang kompeten.
d) Dalam
protokol riset selalu harus dicantumkan pernyataan tentang norma etika yang
dilaksanakan dan telah sesuai dengan prinsip-prinsip deklarasi Helsinki.
Walaupun
demikian penyusun merasa selain etika penelitian yang ada dalam Deklarasi
Helsinki ini, masih diperlukan campur tangan pemerintah untuk membuat suatu
aturan resmi mengenai pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada
pengawasan yang lebih intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul
akibat kemajuan bioteknologi ini.
·
UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal
127 menyebutkan
bahwa
upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dpat dilakukan oleh pasangan suami
istri yang sah dengan ketentuan :
·
Hasil pembuahan sperma dan ovum dari
suami istri yang bersangkutan ditanam dalam rahim istri dari mana ovum itu
berasal.
·
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
·
Pada fasilitas pelayanan kesehatan
tertentu.
Masalah
bayi tabung di Indonesia masih terbilang sepi, karena orang yang melakukan bayi
tabung di Indonesia masih langka. Karena mayoritas penduduk Indonesia adalah
muslim, hal ini tentu menimbulkan berbagai pendapat. Sekelompok tokoh agamapun
menolak adanya inseminasi buatan. Karena menurut mereka hal itu adalah sebuah
kegiatan yang sangat bertentangan dengan Allah SWT. Inseminasi buatan di anggap
menciptakan manusia, sedangkan pencipta manusia hanyalah Allah SWT, tidak bisa
diciptakan oleh manusia.
Dari
Islam sendiri pun mempunyai pandangan mengenai hal ini. Islam hanya
memperbolehkan bayi tabung dalam ketentuan sperma berasal dari suami, ovum
berasal dari istri dan kemudian ditanamkan di rahim istri. Sedangkan
jika sperma berasal dari pendonor ataupun sperma berasal dari suami tetapi
ditanamkan di rahim orang lain itu haram hukumnya dalam islam. Karena hal
itu jelas menimbulkan kekacauan dalam masalah nashab, dan sebagaimana
sabda Nabi SAW hukumnya bila janin itu yang dititipkan pada wanita lain yang
bukan istrinya, maka haram hukumnya.“ Tidak halal bagi seorang yang beriman
kepada Allah dan akhirat menyirami airnya ke ladang orang lain” (HR. Ab Daud
dari Ruwaifi’ ibnu tsabit Al- Anshori).
1. Inseminasi
buatan (bayi tabung) adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel
sperma dan sel telur diluar tubuh (in vitro fertilization).
2. Proses bayi
tabung mula-mula dengan melakukan pengambilan sel telur dari wanita yang
baru saja mengalami ovulasi dengan menggunakan suatu alat
khusus. Kemudian sel telur yang diambil tadi dibuahi dengan sperma yang
sudah dipersiapkan dalam tabung yang suasananya dibuat persis seperti dalam
rahim. Hasil pembuahan dipelihara beberapa saat dalam tabung tersebut sampai
pada suatu saat tertentu akan “ditanam” kembali ke dalam rahim wanita tersebut.
3. Inseminasi
buatan diperbolehkan jika sperma berasal dari suami, ovum berasal dari istri
dan di tempatkan di rahim istri.
4. Inseminasi
buatan harus memperhatikan aspek etik, medis, dan agama
Dengan
membaca makalah ini, semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca
tentang bayi tabung.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, William. 2009. Bioetika. Yogyakarta: Kanisius
Guwandi. J S.H.
Hukum dan Dokter. 2007. Jakart
Tidak ada komentar:
Posting Komentar